Total Tayangan Halaman

Rabu, 16 Februari 2011

HUKUM PERDATA

1. PENGERTIAN HUKUM
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela”

2.HUKUM PERDATA
Hukum perdata dalam arti luas adalah bahan hukum sebagaimana tertera dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), Kitab Undang-Undang hukum dagang (WVK) beserta sejumlah undang-undang yang disebut undang-undang tambahan lainnya.
Hukum perdata dalam arti sempit adalah hokum perdata sebagaimana terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW). Subekti mengatakan hukum Perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan perseorangan. Hukum perdata adakalanya dipakai dalam arti sempit sebagai lawan hukum dagang.

3.CONTOH KASUS HUKUM PERDATA
Kasus kekerasan terhadap anak dibawah umur masyarakat Indonesia lagi-lagi mesti mengurut dada. Belum habis cerita tentang bencana alam, publik dihadapkan pada empat kasus kekerasan pada anak yang terjadi beruntun. Empat anak, dua diantaranya masih balita menambah panjang daftar anak yang menjadi korban kekerasan fisik, psikis hingga seksual di negeri ini.

Tragisnya kisah mereka bukan cuma karena dua nyawa korban melayang. Namun sang algojo yang ternyata orang tua serta orang terdekat mereka. Lintang, 3,3 tahun harus meregang nyawa setelah sembilan hari berjuang dengan rasa nyeri dan pedih di sekujur tubuhnya. Yeni, ibu kandungnya yang mengaku kesal karena tekanan ekonomi keluarga serta kebiasaan suaminya yang kerap mabuk-mabukan menyiramkan minyak tanah pada tubuh kedua anak kandungnya. Nasib baik masih berpihak pada adik Lintang, Indah, 12 bulan yang berhasil melewati masa kritis. Kini Indah bersiap pulang ke rumah. Namun, ia tak akan dapat bertemu Yeni maupun Buyung ayahnya. Buyung turut diseret ke muka hukum karena dianggap lalai sehingga peristiwa mengenaskan itu terjadi.

Berselang beberapa hari, giliran Eka, 9 tahun, yang mesti meregang nyawa. Cekikan maut ibu tirinya bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan anak perempuan berambut ikal ini kehilangan nyawa. Selama setahun, Eka menerima menjadi korban kekerasan seksual oleh paman tirinya, Ambo Ase. Eka bukan cuma diperkosa namun juga disodomi. Tak berani melapor pada ibu tirinya yang setiap harinya tak pernah bersikap ramah pada Eka, bocah kecil itu menyimpan kisah penderitaannya sendirian. Pasalnya, melapor pada ayah kandungnya juga bukan pilihan tepat. Ayahnya gemar mabuk dan memukul ibu tirinya. Eka menghembuskan nafas terakhir setelah ibu tirinya mencekik lehernya, tak lama berselang setelah Eka diperkosa Ambo Ase. Tangisan Eka yang merasa kesakitan setelah disodomi, mengganggu tidur siang sang ibu tiri. Akumulasi masalah ekonomi dan dendam lama pada ayah kandung Eka membuat sang ibu tega mengakhiri hidup anak tirinya.

Belum habis cerita Eka, kisah yang terjadi pada Siti Ihtiatuh Solihah pun mengemuka. Punggung Eka disetrika ayah kandungnya usai diinterogasi karena dituduh mencuri uang ayahnya. Sebelumnya, tubuh Eka pun dihujani cubitan oleh ibu kandungnya. Buat Juhandi, ayahnya yang pengangguran , uang Rp 10.000 yang diduga dicuri Tia memang sangat berharga. Juhandi pun memiliki sejarah panjang dalam melakukan tindakan kekerasan pada istri dan anaknya. Kini, kendati Tia telah hampir pulih, trauma psikis membuat Tia dengan lantang menyebut ia sangat membenci ayahnya dan tak akan memaafkannya.

"Inilah yang terjadi ketika kompleksnya masalah ekonomi hingga sosial berakumulasi. Anak, sebagai anggota keluarga terlemah menjadi korban. Jika pemicunya, yaitu masalah berat dan kompleks yang dihadapi bangsa ini tak segera diperbaiki, bukannya tak mungkin berita-berita seperti ini akan menjadi santapan kita sehari-hari," ujar Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi.

Seto bahkan memprediksi, kasus kekerasan akan terus bertambah, dengan kuantitas dan jenis yang semakin horor. Pasalnya, hingga kini peristiwa beruntun ini belum ditanggapi serius oleh para pengambil keputusan.

Hingga kini, Seto melihat kasus-kasus itu hanya dilihat sebagai peristiwa kriminalitas yang datang dan pergi setiap hari. Padahal, kisah ironis yang terjadi pada tahun yang dicanangkan sebagai tahun anti kekerasan pada anak oleh Komnas PA serta Depsos ini layak dijadikan cermin bobroknya kondisi bangsa.

Rachma Fitria, aktivis Komnas PA, menegaskan,dengan mudah kita dapat melihat akar permasalahan pada kasus-kasus ini . Kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami pada istri dan anaknya menjadi pemicu utama. Sementara tekanan ekonomi yang membuat rakyat kecil kian megap-megap membuat istri setiap hari berkutat dengan kesulitan hidup membuat mereka kehilangan akal sehatnya. Anak pun kemudian menjadi pelampiasan amarah orang tuanya. Tak cukup begitu, di mata pelkau kekerasan seksual, anak dilihat tidak lebih sebagai pemuas nafsu yang murah meriah.

"Inilah akibatnya ketika lima faktor pemicu kekerasan pada anak yaitu degradasi moral, kesalahan pola asuh, paparan media, tingginya kekerasan dalam rumah tangga serta kekerasan negera berpadu jadi satu," ujar Rachma yang kini mendampingi Tia.

4. HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Hukum Perdata Indonesia Adalah salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum misalnya politik dan pemilu, kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana) Hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya. Terjadinya hubungan hukum antara pihak-pihak menunjukkan adanya subyek sebagai pelaku dan benda yang dipermasalahkan oleh para pihak sebagai obyek hukum. Subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum. Obyek hukum adalah segala sesuatu berguna bagi subyek hukum dan dapat menjadi pokok suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum. Obyek hukum adalah benda. Hak adalah kekuasaan, kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada subyek. Kewajiban adalah beban yang diberikan oleh hukum kepada orang ataupun badan hukum. Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain: sistem hukum Anglo-Saxon (Common Law) yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya termasuk negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat. sistem hukum Eropa Continental, sistem hukum yang diterapkan di daratan Eropa.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia. berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
• Buku I tentang Orang: mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
• Buku II tentang Kebendaan: mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
• Buku III tentang Perikatan: mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian, syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
• Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian: mengatur hak dan kewajiban subyek hukum dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.